SELAMAT JALAN, ADIKKU


Sebut saja namanya Danif. Saat aku berkenalan dengannya di pesantren itu, dia baru sekitar 2 minggu terdaftar sebagai santri baru. Danif baru lulus sekolah SMU. Kecintaannya terhadap ilmu membuatnya bertekad untuk menimba ilmu di pesantren.

Sebenarnya, orangtua Danif sangat berharap putranya mau melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Tapi alhamdulillah Danif berhasil meyakinkan orangtuanya agar diberi kesempatan untuk bermulazamah di ma'had barang 2 atau 3 tahun, setelah itu mungkin bisa melanjutkan pendidikan formal sesuai harapan orangtuanya.
Danif anak yang sangat ramah, sopan, agak pendiam, namun semangat belajarnya luarbiasa. Ditambah kecerdasannya yang bagus, membuatnya bisa dengan cepat menyerap ilmu-ilmu agama, biidznillah.
Sebagai seorang yang lebih senior dari Danif, Al-Ustadz memintaku untuk mengajari para santri baru, termasuk Danif. Terutama mengajari dasar-dasar Bahasa Arab dan baca Al-Qur'an. Jujur, Danif termasuk salah satu santri yang aku banggakan karena semangat dan kepandaiannya.
Waktu terus berjalan. Sekitar 4 atau 5 bulan sudah Danif bersama para santri baru yang lain rajin mengikuti halaqahku. Danif cukup dekat denganku. Beberapa kali dia sharing tentang banyak hal denganku, hingga masalah pribadinya.
Suatu hari, Danif tidak hadir di majelisku. Aku dengar dia sedang pulang kampung. Akupun memakluminya.
Namun, seminggu dua minggu Danif belum juga kembali ke pesantren. Aku mulai mencemaskannya, khawatir ada apa-apa sama dia. Waktu itu belum "musim" handphone, jadi aku tidak bisa menghubunginya untuk menanyakan kabarnya.
Sebulan berlalu sudah. Danif belum juga muncul batang hidungnya. Hingga, di hari itu, hari yang sangat mengejutkanku. Ketua santri kami mengumumkan bahwa Danif sedang di rawat di rumahsakit. Dia mengalami kebocoran pada jantungnya, harus segera dioperasi.
Subhanallah.....ternyata inilah penyebabnya. Danif lama tak kunjung datang, dia sedang menderita sakit.
Atas inisiatif ketua santri, kami mengadakan iuran dana untuk membantu biaya pengobatan Danif sebatas kemampuan kami. Setelah terkumpul uangnya, Al-Ustadz menunjuk perwakilan santri untuk menjenguk Danif di rumahsakit, termasuk aku.
Di rumahsakit itu, aku melihat Danif tergolek lemah tak berdaya. Entah bagaimana rasa hatiku kala itu. Melihat sesosok remaja yang begitu semangat, kini lunglai tak berdaya.
Setelah kami selesai menjenguk Danif, teman-teman keluar terlebih dulu. Danif menahanku. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu padaku.
"Mas..... Saya minta maaf belum bisa melanjutkan belajarnya sama Mas. Saya janji kalau sudah sembuh, saya akan belajar giat untuk mengejar ketertinggalan. Semoga masih ada kesempatan ya Mas.....", ujar Danif lirih.
Ya Rabbi..... Terasa remuk redam perasaanku. Dalam kondisi menghadapi ancaman maut begini, Danif masih sempat memikirkan pelajarannya. Setetes airmataku jatuh. Biarlah. Biarlah aku cengeng kali ini. Aku tak sanggup menahannya.
"Sudahlah, Dik..... Jangan mikir yang berat-berat dulu. Yang penting sekarang kamu sembuh dulu. Kalau kamu sudah pulih, Mas janji insyaAllah akan meluangkan waktu untuk mengajarimu pelajaran yang tertinggal. Kamu tenang saja. Prioritas kesehatanmu dulu.....", jawabku menyemangatinya.
"Iya, Mas..... Jazakallahu khairan. Kalau misalkan saya nggak bisa bertahan, tolong maafkan semua kesalahan saya ya Mas. Terimakasih banyak atas ilmunya selama ini. Semoga kelak kita bisa bertetangga di surga Allah....."
Aku tak mampu berkata apa-apa lagi. Speechless. Hanya airmataku yang berbicara. Makin deras.
Aku jabat tangan Danif dengan erat. Ingin rasanya aku mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi aku tak berani, karena aku juga tak tahu taqdir apa yang bakal terjadi.
Hening sesaat. Aku mengangguk pelan dan memaksakan senyum kecil. Danif juga tampak tersenyum tenang.
"Kamu anak yang baik, Dik..... Apapun yang terjadi, Mas yakin, insyaAllah Allah akan memberikan yang terbaik buatmu. Mas turut mendoakanmu....."
"Syukron katsiron, Mas....."
Aku mendekap Danif sesaat, kemudian pamit pulang. Hanya satu harapanku saat itu, semoga Danif diberi kesembuhan.
Beberapa hari kemudian.....
Bagaikan petir di siang bolong. Kabar duka itu akhirnya singgah di telingaku. Ketua santri mengumumkan bahwa Danif, anak yang penuh semangat itu, telah tiada, pergi untuk selamanya.
Innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji'uun.
Semoga Allah memberi tempat yang terbaik di sisi-Nya. Semoga niatnya yang tulus untuk tholabul 'ilmi dan mengikuti Manhaj yang lurus dicatat oleh Allah sebagai kebaikan yang besar dan menjadi sebab pengampunan dosa serta masuk ke dalam jannah-Nya.
Aku patut berduka, kehilangan saudara semuslim, seiman, semanhaj.
Pertemuan yang tidak terlalu lama dengan Danif di pesantren memberiku banyak pelajaran yang berharga. Tentang berani mengambil keputusan demi kebaikan, kecintaan terhadap ilmu, meninggalkan gemerlap dunia remaja, serta semangatnya dalam menuntut ilmu.
Selamat jalan, Adikku..... 
Rahimakallah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Copyright © 2015 Berbagi Cerita & Tips | Distributed By My Blogger Themes | Designed By Blokotka